berita abu abu

Nilai Situs Kami
@ SearchIndonesia

Private Blog from the Gray Area.
Berita Abu Abu is only a place for me to enter any interesting news unregullary for my own interest. So don't expect this blog will be updated frequently. This is a private collection of news, gossip, smart articles on Indonesia, and thanks to the living legend Joyo Indonesia News for your precious mailing list. I use this blog to collect the news for my private uses only.

Home - Latest News

archives


Friday, May 16, 2003

 
DISKRIMINASI, SAMPAI KAPAN LAGI?
(Radio Belanda)
Diskriminasi rupanya menjadi harta warisan Orde Baru yang masih dipelihara dengan baik oleh pemerintah Megawati Soekarnoputri. Harta itu misalnya Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 1991, yang melarang mantan anggota tahanan politik untuk memiliki KTP seumur hidup. Akibatnya, orang-orang seperti Nani Nurani harus menerima kenyataan pahit. Perempuan berusia 62 tahun ini selalu ditolak oleh petugas kelurahan dan kecamatan Koja, Jakarta Utara, tiap kali mengurus KTP.
Nani Nurani :
Jauh sebelum KTP saya habis, saya sudah urus. Sebelum ke kelurahan saya ketemu Pak Camat. Dia bilang saya punya hak KTP seumur hidup. Tapi begitu saya ke kelurahan, saya tak bisa.
34 tahun silam, perempuan kelahiran Cianjur, Jawa Barat ini, dijebloskan ke penjara Bukit Duri, Jakarta. Nani meringkuk di penjara tanpa pengadilan hanya gara-gara menyanyi pada hari ulang tahun Partai Komunis Indonesia, bulan Juni 1965.
Perlakuan diskriminatif jelas bukan monopoli mantan tahanan politik. Masih ingat Ivana Lee, seorang pemain bulu tangkis andalan Indonesia di era 1980-an yang keturunan Tionghoa? Ia lahir dan besar di Indonesia lalu mengharumkan nama bangsa lewat dunia olah raga bulutangkis. Tapi nasibnya ternyata tidak lebih baik dari si mantan tapol Nani Nurani tadi. Hingga kini petugas imigrasi masih terus mempertanyakan status kewarganegaraan Ivana, tiap kali ia pergi ke luar negeri. Ivana juga mesti menghadapi birokrasi yang berlebihan saat mengurus surat-surat seperti membuat KTP. Dipastikan, petugas menanyakan Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia SBKRI.
Ivana Lee :
Kami kan lahir di Indonesia. Tapi kami kalau mau bikin surat ini itu harus menunjukkan Surat Bukti Kewarganegaraan. Diminta atau disuruh membuktikan itu. Bahkan untuk perpanjangan paspor saja, bukan bikin baru ya, itu hatus diminta lagi.
Ivana Lee tidak sendirian. Ada sederet nama besar di dunia bulutangkis yang bernasib sama seperti Liem Swie King, Tan Joe Hok dan Hendrawan.
Pemerintah memang sudah berupaya menghapus diskriminasi macam ini. Misalnya, SBKRI tidak diperlukan lagi bagi WNI keturunan yang telah memiliki Akte Kelahiran dan kartu tanda penduduk. Kecuali, bagi mereka yang masih dalam proses naturalisasi. Namun agaknya aturan ini hanya berbunyi di langit.
Menteri Kehakiman dan Ham Yusril Ihza Mahendra menyatakan, perlakuan diskriminasi yang menimpa para pebulutangkis etnis Tionghoa itu hanya karena ulah aparat di lapangan.
Yusril Ihza Mahendra:
Kita tak punya kebijakan seperti itu. Itu soalnya orang-orang di bawah saja yang macam-macam cuma mau cari duit saja. Ada 36 cara untuk membuktikan seseorang itu warga negara Indonesia. Misalnya KTP, paspor, akte kelahiran. Itu sudah cukup.
Keluhan kaum etnis Tionghoa itu sudah lama masuk telinga wakil rakyat. Anggota DPR Rekso Agung Herman menyatakan, Undang-Undang yang mengatur soal SBKRI masih ada. Tidak aneh jika diskriminasi masih terjadi di lapangan. Rekso Agung Herman menyatakan sudah mengirim surat kepada pimpinan DPR agar undang-undang itu segera dicabut.
Reksa Agung Herman:
Keppes itu sudah dibuat oleh Presiden Gus Dur dulu. Inpres sudah juga dibuat oleh Presiden Mega. Namun undang-undang ini tak bisa dihapus oleh Keppres dan Inpres. Undang-undang harus dicabut dengan undang-undang juga.
Aktivis organisasi anti diskriminasi Solidaritas Nusa Bangsa, Esther Yusuf menilai, apa yang menimpa para pebulutangkis etnis Tionghoa itu menunjukkan DPR dan pemerintahan kurang mempedulikan kepentingan rakyatnya. Bagi Esther, para anggota DPR yang terhormat dan pemerintah terbukti hanya sibuk mengurus kepentingan politik partai mereka saja.
Esther Yusuf:
Kita juga berhadapan kepentingan-kepentingan orang-orang yang terlibat dalam pelanggaran Ham berat yang rasis. Berikutnya, kita berhadapan dengan masyarakat yang sekian puluh tahun terbentuk pola pikir yang rasis.
Kini, menurut Esther, yang paling penting adalah niat baik Pemerintah untuk lebih memperhatikan warga negaranya, dengan menanggalkan politik diskriminatif yang masih menindas warga etnis atau kelompok tertentu.
Seruan serupa disampaikan dosen Institut Ilmu Pemerintahan Jakarta, Joehermansyah Johan. Ia meminta pemerintah mencabut Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 1991, yang melarang mantan anggota tahanan politik memiliki KTP seumur hidup.
Joehermansyah:
Itu harus ditinjau kembali keputusan Mendagri itu. Harus dicabut. Jadinya masih berlaku. Padahal ada perkembangan-perkembangan yang ada dalam pemerintahan.
Pekan-pekan ini lima tahun sudah Soeharto yang zalim itu berlalu dari panggung politik Indonesia. Tapi nyatanya warisannya terus bertahan. Seolah Indonesia harus terus menanggung penderitaan di bawah kezalimannya. Padahal andil kalangan etnis Tionghoa dan kaum komunis dalam mendirikan Indonesia dulu juga tidaklah kecil. Patut pula dicatat, di awal abad 20 kalangan komunis dan Tionghoa termasuk pihak pertama yang datang dengan gagasan Indonesia merdeka. Hanya Soeharto yang menyangkal itu semua, atau mungkin masih ada saja pengikut Soeharto yang tidak mau tahu sejarah?
posted


This page is powered by Blogger. Isn't yours?